Kamis, 07 Januari 2016

filsafat islam penafsir



PEMBAHASAN
A.    Sejarah Hidup dan Karyanya.

Al-Kindi, nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’kub ibnu Ishaq ibnu al-Shabbah ibnu ‘Imran ibnu Muhammad ibnu al-Asy’as ibnu Qais Al-Kindi.[1]Al-Kindi dipandang sebagai seorang filsof Islam pertama yang mula-mula lahir dalam dunia Islam.Namun demikian pengetahuan mengenai sirahnya sampai kini masih terbatas sekali, malah tahun lahir dan wafatnya tidak diketahui dengan pasti.Ia dikenal sebagai seorang filsof Islam yang bergelar “filsof Arab” atau “filsof Arab dan anak para rajanya”. [2]
Hal ini karena ia adalah satu-satunya filosof Islam dari keturunan Arab asli yang bermoyang pada Ya’kub ibn Qahthan yang bermukim di kawasan Arab Selatan. Ayahnya, Ishaq ibn ash-Shabah, pernah menjadi amir (gubernur) di Kufah pada zaman Khalifah Mahdi dan Harun al-Rasyid, sedangkan nenek moyangnya adalah raja-raja Arab yang berkuasa di wilayah Kindah dan sekitarnya yang terletak di kawasan Semenanjung Tanah Arab bagian selatan dalam zaman pra-Islam.[3]
Tahun kelahirannya diduga pada masa-masa terakhir dari kehidupan ayahnya pada zaman Khalifah Harun al-Rasyid.Demikian juga terdapat dugaan sekitar tahun wafatnya. L. Massignon (orientalis Perancis) mengatakn bahwa al-Kindi meninggal sekitar tahun 246 H./869 M,. sedangkan C.Nallino (orientalis Itali) menduga sekitar tahun 260 H./873 M. [4]
Sedikit sekali informasi yang kita peroleh tentang pendidikannya.Ia pindah dari Kufah ke Basrah, sebuah pusat studi bahasa dan teologi Islam. Kemudian selagi muda, ia menetap di Baghdad, ibu kota kerajaan Bani Abbas, yang juga sebagai jantung kehidupan intelektual pada masa itu.Ia sangat tekun memepelajari berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu, tidak heran ia dapat menguasai ilmu astronomi, ilmu ukur, ilmu alam, dll. Penguasaannya terhadap filsafat dan disiplin ilmu lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang berkebangsaan Arab dalam jajaran para filsof terkemuka. [5]
Memandang kejeniusan tokoh ini, agaknya tuduhan yang mengatakan al-Kindi tidak mengerti secara baik ilmu logika sulit dibuktikan.Karena lingkup pengetahuan ilmiahnya yang luar biasa, misalnya kesesuaian pahamnya dengan Mu’tazillah, al-Ma’mun lalu mengajaknya bergabung dengan kalangan cendekiawan yang bergiat dalam usaha pengumpulan dan penerjemahan karya-karya Yunani.
Al-Ma’mun menjadikan Mu’tazilah sebagai madzhab Negara dan al-Kindi juga menulis risalah tentang keadilan, kemahaesaan Tuhan, dan perbuatan-Nya, bahkan lebih jauh dari itu, ia ikut pula membantah paham-paham yang bertentangan dengan madzhab Negara ini berdasarkan pemikirannya.
Al-Kindi termasuk filsof Islam yang sangat produktif dalam menulis buku-buku dalam berbagai cabang ilmu yang dikenal pada zamannya.[6]Dalam kitab al-fihrist, Ibn Nadim telah menulis suatu daftar yng memuat nama-nama kitab yang pernah ditulis oleh al-Kindi.Menurut George Atiyeh karya-karya tulis al-Kindi dalam berbagai ilmu pengetahuan mencapai dua ratus tujuh puluh risalah.Risalah-risalah itu, baik menurut Ibnu Nadim maupun Qifthi, dikelompokkan dalam tujuh belas kelompok, yaitu 1.Filsafat, 2.Logika, 3.Ilmu hitung, 4.Globular. 5. Musik, 6. Astronomi, 7.Geometri, 8.Sperikal, 9.Medis, 10.Astrologi, 11.Dialektika, 12.Psikologi, 13.Politik, 14.Meteorology, 15.Dimensi, 16.Benda-benda pertama, 17.Spesies tertentu logam dan kimia[7].Untuk lebih jelasnya di bawah ini dikemukakan beberapa karya tulis al-Kindi.
1.      Fi al-Falsafat al-‘ Ula
2.      Kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum al-Falsafat
3.      Risalat ila al-Ma’mun fi al-‘Illat wa Ma’lul
4.      Risalat fi Ta’lif al-A’dad
5.      Kitab al-Falsafat al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyat wa al-Mu’tashah wa ma Fauqa al-Thabi’iyyat
6.      Kammiyat Kutub Aristoteles
7.      Fi al-Nafs[8]
Tentang kapan al-Kindi meninggal tidak ada keterangan yang pasti. Agaknya menentukan tahun wafatnya sama sulitnya  dengan menentukan siapa-siapa saja guru yang mendidiknya. Mustafa ‘Abd al-Raziq cenderung mengatakan tahun wafatnya adalah 252 H, sedangkan Massignon menunjuk tahun 260 H, sementara Yaqut al-Himawi mengatakan bahwa al-Kindi wafat sesudah berusia 80 tahun atau lebih sedikit.

B.     Pemaduan Filsafat dan Agama
Ilmu filsafat -menurut al-Kindi- adalah “ilmu tentang hakikat segala sesuatu yang dipelajari orang menurut kadar kemampuannya”. Salah satu usaha al-Kindi memperkenalkan filsafat ke dalam dunia Islam dengan cara mengetok hati umat supaya menerima kebenaran walaupun dari mana sumbernya,.Telah dipaparkan sebelumnya bahwa al-Kindi adalah orang Islam yang pertama yang meretas jalam mengupayakan pemaduan antara filsafat dan agama, atau akal dan wahyu.Menurutnya antara keduanya tidaklah bertentangan antara masing-masing keduanya adalah ilmu tentang kebenaran.
Atas dasar itu -menurut al-Kindi- kita wajib berterima kasih kepada para pendahulu kita yang telah memberi kita ukuran kebenaran.Tujuan al-Kindi di atas untuk menghalalkan filsafat bagi umat Islam, usaha yang dilakukan cukup menarik dan bijaksana.Ia mulai dengan membicarakan kebenaran. Sesuai dengan anjuran agama yang mengajarkan kita wajib menerima kebenaran dengan sepenuh hati tanpa mempersoalkan sumbernya, sekalipun sumber itu dari orang asing. Kemudian usaha selanjutnya ia masuk ke persoalan pokok, yakni filsafat. Telah dipaparkan bahwa tujuan filsafat sejalan dengan ajaran yang dibawa rasul.
Agaknya untuk memuaskan semua pihak terutama orang-orang Islam yang tidak senang dengan filsafat, al-Kindi juga membawakan ayat-ayat al-Qur`an. Diantara ayat-ayatnya adalah sebagai berikut.
1.      Surat al-A’raf [7] : 185
óOs9urr& (#rãÝàZtƒ Îû ÏNqä3n=tB ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur $tBur t,n=y{ ª!$# `ÏB &äóÓx« ÷br&ur #Ó|¤tã br& tbqä3tƒ Ïs% z>uŽtIø%$# öNßgè=y_r& ( Ädr'Î7sù ¤]ƒÏtn ¼çny÷èt/ tbqãZÏB÷sムÇÊÑÎÈ  

Artinya:  Dan Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu?
Dengan demikian, al-Kindi telah membuka pintu bagi penafsiran filosofis terhadap al-Qur`an, sehingga menghasilkan persesuaian antara wahyu dan akal dan antara filsafat dan agama.[9]lebih lanjut ia kemukakan bahwa pemaduan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan berikut.
1.      Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat.
2.      Wahyu yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian.
3.      Menuntut ilmu, secara logika diperintahkan dalam agama.
Al-Kindi juga menghadapkan argumennya kepada orang-orang agama yang tidak senang terhadap filsafat dan filsof.Jika ada orang yang mengatakan bahwa filsafat itu tidak perlu, mereka harus memberikan argument dan menjelaskannya.
Dalam tulisannya Kammiyat Kutub Aristoteles, al-Kindi mengemukakan beberapa perbedaan filsafat dam agama sebagai berikut.
1.      Filsafat adalah ilmu kemanusiaan yang dicapai oleh filosof dengan berpikir, belajar, dan usaha-usaha manusiawi. Sementara itu agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati peringkat tertinggi karena diperoleh tanpa proses belajar, berpikir, dan usaha manusiawi, melainkan hanya dikhususkan bagi para rasul yang dipilih Allah.
2.      Jawaban filsafat menunjukkan ketidakpastian (semu) dan memerlukan pemikiran dan perenungan. Sementara itu, agama (al-qur`an) jawabannya menunjukkan kepastian (mutlak benar) dan tidak memerlukan pemikiran atau perenungan.
3.      Filsafat menggunakan metode logika, sedangkan agama menggunakan metode keimanan.
Dari uraian yang dipaparkan di atas dapat dilihat bahwa sikap al-Kindi tentang filsafat dan agama tidaklah konsisten.Pada suatu kesempatan ia menyamakan tingkat kepastian yang diberikan oleh kedua jenis ilmu ini. Namun, pada lain kali, ia meletakkan pengetahuan rasional lebih rendah daripada pengetahuan kenabian. Agaknya, ketidak konsistenannya ini ada kaitannya dengan ilmu filsafat sebagai ilmu baru yang ia perkenalkan kepada dunia Islam.
Kesimpulannya al-Kindi merupakan pionir dalam melakukan usaha pemaduan antara filsafat dan agama atau antara akal dan wahyu.Ia melapangkan jalan bagi al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd yang datang kemudian.
C.     Filsafat Ketuhanan.
Tuhan adalah wujud yang hak (benar) yang bukan asalnya tidak ada terkemudian menjadi ada. Ia selalu mustahil tidak ada. Dia selalu ada dan akan selalu ada. Oleh karena itu, oleh karena itu tuhan adalah wujud sempurna yang tidak didahului wujud lain, tidak berakhir wujud-Nya dan tidak ada wujud, kecuali dengan-Nya.[10]  Tulisan al-Kindi yang membicarakan ketuhanan antara lain Fi al-Filsafat al-Ula dan Fi Wahdaniyyah wa Tanahi Jirm al-‘Alam.Dari tulisan-tulisannya tersebut dapat diketahui bahwa pandangan al-Kindi tentang ketuhanan sesuai dengan ajaran Islam dan bertentangan dengan pendapat Aristoteles, Plato, dan Plotinus.Allah adalah wujud yang sebenarnya, bukan berasal dari tiada kemudian ada.Ia mustahil tidak ada dan selalu ada dan akan ada selamanya.[11]
Benda-benda yang ada di alam ini, menurut al-Kindi, mempunyai dua hakikat: hakikat sebagai juz’I (al-haqiqat juz’iyat) yang disebut ‘aniah dan hakikat kulli (al-haqiqat kulliyyat), dan hal ini disebut mahiah, yaitu hakikat yang bersifat universal dalam bentuk genus (jins) dan spesies (nau’).
Tujuan akhir dalam filsafat Islam adalah untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan tentang Allah.Sesuai dengan paham yang ada dalam Islam, Allah, bagi al-Kindi, adalah Pencipta alam semesta dan mengaturnya, yang disebut dengan ibda’.Pendapat ini berbeda dengan pandangan Aristoteles yang mengatakan bahwa Allah sebagai Penggerak Pertama yang tidak bergerak. Di sini terlihat al-Kindi sekalipun terpengaruh oleh filsafat Yunani, ia tidak begitu saja menerima ide-ide yang ada di dalamnya, tetapi ia menyesuaikannya dengan ajaran Islam.
D.    Alam
Di dalam risalahnya yang berjudul al-Ibanat `an al-`illat al-Fa`illat al-Qaribat fi kawn wa al-Fasad, pendapat al-Kindi sejalan dengan Aristoteles bahwa benda di alam ini dapat dikatakan wujud yang actual apabila terhimpun empat `illat, yaitu :
1.      Al-`Unshuriyyat (materi benda)
2.      Al-Shuriyyat (bentuk benda)
3.      Al-Fa’ilat (pembuat benda)
4.      Al-Tamamiyyat (manfaat benda)
Tentang baharunya alam, al-Kindi mengemukakan tiga argument, yakni gerak, zaman, dan benda.Benda yang menjadi ada harus ada gerak.Masa gerak menunjukkan adanya zaman.Adanya gerak mengharuskan adanya benda.Mustahil jika ada gerak tanpa ada benda.
Jika diandaikan, kata al-Kindi, zaman kadim, bila ditelusuri ke belakang tentu saja tidak akan sampai pada akhirnya, karena tidak mempunyai awal. Begitu pula zaman yang tidak mempunyai awal pada masa lampau tentu ia tidak akan sampai pada masa kita sekarang. Oleh sebab itu, zaman yang sampai pada masa sekarang bukan kadim, tetapi baharu. 
Atas dasar itulah al-kindi berkesimpulan bahwa alam semesta ini pastilah terbatas dan ia menolak secara tegas pandangan Aristoteles yang mengatakan bahwa alam semesta ini tidak terbatas atau kadim.
E.     Filsafat Jiwa
Masalah jiwa dalam pemikiran al-Kindi tidak terlepas dari apa yang telah digariskan sebelumnya oleh Aristoteles. Dalam hal ini, ia mengemukakan dua definisi jiwa yang jelas bersumber dari Aristoteles. Jiwa –menurut al-Kindi- adalah “kesempurnaan pertama bagi jism alami yang memiliki kehidupan secara potensial”. Dan pada tempat lain ia mengatakan, jiwa adalah “kesempurnaan jism alami yang organis yang menerima kehidupan”.
Adapun hakikat jiwa, al-Kindi menegaskan bahwa jiwa itu “jauhar tunggal (jauhar basith) berciri ilahi lagi ruhani, tidak panjang, tidak dalam, tidak lebar”.[12]Jiwa mempunyai arti penting, sempurna, dan mulia.Substansi (jauhar)-nya berasal dari substansi Allah.Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan.Jiwa bersifat rohani dan Ilahy.Sementara jism mempunyai hawa nafsu dan marah.
Al-Kindi menolak pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa jiwa manusia sebagaimana benda-benda, tersusun dari dua unsur, materi dan bentuk.Materi ialah badan dan bentuk ialah jiwa manusia.
Dalam hal ini pendapat al-Kindi lebih dekat dengan pendapat Plato yang mengatakan bahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah accident, binasanya badan tidak membawa binasanya jiwa. Namun, ia tidak menerima pendapat Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari alam idea.
Harus diakui bahwa al-Kindi belum mempunyai filsafat yang lengkap.Ia telah berusaha mempertemukan filsafat dan agama atau akal dan wahyu, serta lebih jauh lagi, mengislamkan ide-ide yang terdapat dalam filsafat Yunani. Pemikiran filsafat al-Kindi merupakan pemikiran awal yang merintis jalan bagi filsof muslim sebelumnya.
F.      Akal
Dalam jiwa manusia terdapat tiga daya yang telah disebutkan diatas salah satunya ialah daya berpikir. Daya berpikir itu adalah akal. Menurut al-Kindi akal dibagi menjadi tiga macam: akal yang bersifat potensil; akal yang keluar dari sifat potensil dan aktuil; dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas.
Akal yang bersifat potensil tidak bisa mempunyai sifat aktuil jika tidak ada kekuatan yang menggerakannya dari luar. Dan oleh karena itu bagi al-Kindi ada satu lagi macam akal yang mempunyai wujud di luar roh manusia, dan bernama akal yang selamanya dalam aktualitas. Akal tersebut membuat akal yang bersifat potensil dalam roh manusia menjadi aktuil. Sifat-sifat akal ini:
A.    Merupakan akal pertama
B.      Selamanya dalam aktualitas
C.       Merupakan spesies dan genus
D.      Membuat akal potensil menjadi aktuil berpikir
E.      Tidak sama dengan akal potensil tetapi lain dari padanya[13]
Kesimpulan
Al-Kindi merupakan salah satu filsof pertama yang menjadi pionir dalam melakukan usaha pemaduan filsafat dan agama Islam.Ia membuat orang-orang menerima filsafat Yunani dan mulai mempelajarinya dengan memadukan dengan agama Islam.
Untuk lebih jelasnya di bawah ini dikemukakan beberapa karya tulis al-Kindi.
1.      Fi al-Falsafat al-‘ Ula
2.      Kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum al-Falsafat
3.      Risalat ila al-Ma’mun fi al-‘Illat wa Ma’lul
4.      Risalat fi Ta’lif al-A’dad
5.      Kitab al-Falsafat al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyat wa al-Mu’tashah wa ma Fauqa al-Thabi’iyyat
6.      Kammiyat Kutub Aristoteles
7.      Fi al-Nafs







Daftar Pustaka
Daudy, Ahmad, Kuliah Filsafat Islam. (Jakarta: Bulan Bintang 1992).
Zar Sirajuddin,  Filsafat Islam. (Jakarta: Rajawali Press 2010).
Hakim , Atang AbdulFilasafat Umum,( Bandung: Pustaka Setia, 2008).  
Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: NV. Bulan Bintang, 1978)
Fuad El-Fahlewi, Ahmad, Para Filosof Muslim, (Bandung: Mizan, 1994).



[1]Sirajjudin Zar, Filsafat Islam ( Jakarta : Rajawali Press, 2010 ) h. 37
[2]Ahmad Daudy,  Kuliah Filsafat Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1992),  h. 9
[3]Ibid., h. 9
[4]Ibid., h, 9
[5]Sirajjudin Zar, Filsafat Islam. Op Cit., h. 38
[6]Ahmad Daudy,  Kuliah Filsafat Islam, Op.CIt., h. 10
[7] Ahmad Fuad El-Fahlewi, Para Filosof Muslim, (Bandung: Mizan, 1994).
[8]Sirajjudin Zar, Filsafat Islam. Op Cit., h. 42
[9]Sirajjudin Zar, Filsafat Islam. Op Cit., h. 47

[10] Atang Abdul Hakim, Filasafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 445
[11]Sirajjudin Zar, Filsafat Islam. Op Cit., h. 50
[12]Ahmad Daudy,  Kuliah Filsafat Islam, Op.CIt., h. 21
[13] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: NV. Bulan Bintang, 1978), Cet. II, hlm. 19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar